Selasa, 30 Januari 2018

Gaya Hidup Mukmin

Mukmin, adalah terminologi Qur'an yang khusus dan spesifik dinisbatkan kepada sosok pribadi manusia yang secara total, utuh, dan menyeluruh, menyerahkan hidup dan kehidupannya, jiwa dan raganya, wawasan dan pikirannya, niat dan amal perbuatannya hanya untuk Allah SWT. Puncak cita-citanya adalah mardhatillah. Itu adalah cita-cita di atas cita-cita lainnya.

Tetapi bagaimana seseorang dapat meraih mardhatillah, jika jalan hidup yang dilaluinya mengikuti jalan orang-orang yang dimurkai Allah? Memperoleh keridhaan Allah, bukanlah hal yang gampang. Tidak sembarang orang bisa mendapatkannya. Ibarat berlian, harganya mahal, lantaran barangnya langka. Jika banyak, tentulah kurang berharga.

Syeik Hasan Al-Banna benar, tatkala beliau mengatakan : "Di antara manusia itu, sedikit sekali orang yang  berilmu. Lebih sedikit lagi orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya. Dan lebih sedikit dari itu adalah orang yang berilmu, mengamalkan ilmunya, dan berjihad di jalan Allah. Jauh lebih sedikit lagi adalah orang yang berilmu, mengamalkan ilmunya, berjihad, dan sabar. Dan lebih sedikit dari semua itu adalah orang yang berilmu, mengamalkan ilmunya, berjihad, sabar, dan sampai ke tujuan, yaitu mardhatillah".

Karakteristik mukmin sejati, utuh dan total. Seluruh jiwa raganya, hasrat, dan kecenderungannya berada dalam lingkaran penyerahan (taslim) kepada Allah. Hanya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Dia tidak akan pernah dengan rela hati menyerahkan ketaatannya kepada selain Allah, walaupun yang selain-Nya itu adalah seseorang yang bergelar raja diraja atau Yang Dipertuan Agung. Itulah wujud ketundukannya kepada perintah Allah di dalam Al Qur'an :

"Dan tidaklah diperintahkan kepadamu kecuali untuk beribadah (memurnikan ketaatan) kepada Allah dengan ikhlas, mendirikan shalat dan membayar zakat. Demikian itulah agama yang lurus". (QS. Al Bayyinah 98:5)


(Sumber : 10 Musuh Cita-Cita, Irfan S. Awwas)

Sabtu, 27 Januari 2018

Perumpamaan Orang Mukmin








Mutiara Qur'an










Mutiara Hadits

🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾

.....Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan terus-menerus hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan yang sunnah hingga Aku mencintai dia. Jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang dia mendengar dengannya, dan pandangannya yang dia memandang dengannya, dan tangannya yang dia menyentuh dengannya, dan kakinya yang dia berjalan dengannya. Jikalau dia meminta kepada-Ku niscaya pasti akan Kuberi, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya pasti akan Kulindungi.
(HR. Al-Bukhari no. 6502)

🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾


Kamis, 11 Januari 2018

Belajar dari Shalahuddin Al Ayyubi




ILUSTRASI
Shalahuddin al Ayyubi membebaskan Baitul Maqdis
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS:  Al-An’am 90)
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS:  Yusuf 111)

SEJARAH tidak datang dengan hal yang baru. Ia hanya akan terus berulang dengan peran, tempat dan waktu yang berbeda. Ia memberi kesempatan siapapun yang berjalan dengan waktu yang disediakan Allah. Sejarah begitu mahal dan agung. Ia bukan hanya catatan dari masa lampau, bukan pula ingatan akan kenangan-kenangan belaka. Sejarah adalah pelajaran, ibrah untuk mereka yang mau berfikir. Ia adalah lembaran hidup yang penuh kisah untuk diambil jadi panduan berjalan. Ibnu Khaldun menyebutnya tentara-tentara Allah.

Al-Qur’an mengisyaratkan banyak titik-titik sejarah untuk diilhami oleh akal yang mau berfikir. Dari kisah para nabi, rasul, serta para raja yang angkuh dan yang bijak. Al Quran juga mengisahkan manusia biasa dengan keimanan sekeras baja. Wanita-wanita dengan segala watak dan posisinya juga tak luput diberitakan Al-Qur’an untuk diteladani serta diambil pelajaran. Sejarah mengambil porsi yang besar bagi pribadi yang bertekad untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang.

Dr. Muhammad as-Shalabi menjelaskan, bahwa sesungguhnya buah hakiki dari mempelajari sejarah adalah mengambil pelajaran dan menguasai sunnah-sunnah Allah. Di antara pelajaran-pelajaran tersebut adalah: (1) Pentingnya inisiatif dalam gerakan kebangkitan; (2) Pentingnya dorongan agama dalam memberikan semangat kepada rakyat; dan (3) Pentingnya persatuan dalam menghadapi bahaya yang datang dari dalam maupun luar.

Pada tahun 532 H/1137 M, di sebuah daerah bernama Tikrit, lahir seorang bayi laki-laki dari keluarga yang berasal dari etnis Kurdi. Dalam wafayat al a’yan, disebutkan bahwa awalnya sang ayah merasa dirundung sial dengan kehadiran sang bayi karena suatu alasan. Namun, salah seorang pengikutnya berusahan menghiburnya serta memberikan saran. Ia juga berdoa agar kelak anak ini akan menjadi seorang raja yang agung, memiliki marwah serta kedudukan yang tinggi. Kelak, umat Islam mengenal sang anak sebagai panglima pembebas Baitul Maqdis: Shalahuddin Al Ayubi.

Damaskus dan Aleppo menjadi langkah awal Shalahuddin untuk menguasai ilmu agama. Tak hanya ilmu agama, kemahiran bertarung, berburu, memanah dan segala bentuk latihan laiknya seorang pahlawan ia peroleh dari sini. Dan dari Nuruddin Mahmud Zanki-lah, sang guru yang sekaligus sultan Aleppo nan shalih, ia banyak belajar serta menghidupkan visi hebatnya untuk membebaskan serta mengembalikan Baitul Maqdis al Mubarak ke pangkuan kaum Muslim.


Jatuhnya Baitul Maqdis
Di akhir tahun 488 H/1095 M, Paus Urbanus II menyerukan Perang Salib untuk merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum Muslim. Kepada pasukan yang ikut serta dalam misi perang salib, Paus berjanji akan menghapus hukuman dari dosa-dosa yang telah mereka lakukan di masa silam serta melindungi keluarga yang ditinggalkan. Dengan jumlah dan kekuatannya yang besar, Pasukan Salib menjadi momok menakutkan, membuat kekuatan kaum Muslim terlihat sangat rapuh.

Rapuhnya kekuatan umat Islam tak lain disebabkan perpecahan yang terjadi di tubuh kaum Muslim sendiri. Antara penguasa Muslim di Bumi Syam saling mengintai dan menjatuhkan satu sama lainnya. Belum lagi perselisihan aliran serta politik antara Daulah Fathimiyah dan Dinasti Saljuk yang memuncak tatkala pasukan salib mulai mendekati dan bergerak di wilayah-wilayah kaum Muslim.

Baik penguasa-penguasa Dinasti Saljuk maupun Daulah Fathimiyah, masing-masing melihat dan berharap kedatangan rombongan tentara salib akan membantu mereka untuk menumpas maupun memangkas kekuatan saingan mereka dari kalangan kaum Muslim sendiri. Akibatnya, rombongan pasukan salib Eropa dengan mudah bergerak serta leluasa memasuki wilayah Syam, sampai akhirnya mereka berhasil menduduki Baitul Maqdis dan wilayah bagian Pantai Syam secara keseluruhan.

Kelalaian yang menjangkiti kaum Muslimin saat itu membuat pasukan salib dengan mudahnya menguasai banyak wilayah kekuasaan umat Islam yang pada akhirnya berhasil merebut Baitul Maqdis. Ibnul Jauzi mengisahkan peristiwa yang sangat memilukan tersebut sebagai berikut:

“Kalaulah bukan karena terjadi pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam di Baitul Maqdis dan informasinya menyebar, maka tentunya mereka (umat Islam) masih terlelap dalam tidurnya. Tidak banyak negeri-negeri kaum Muslim yang tersadar dari tidurnya sehingga harus membayar mahal kesalahannya ketika pasukan musuh datang menyerang.

Menjadikan mereka sebagai bagian kisah dari masa lalu (karena telah hancur). Tidak tersisa lagi gelar-gelar menggelora nan menipu seperti halnya Mustarsyid Billah, Muqtafi Billah, Mustanjid Billah, dan Nashir Lidinillah, dan lain sebagainya. Jika asumsi saja tidak memberikan kebenaran, apatah halnya dengan kebohongan yang nyata? Apabila umat Islam tidak mempercayai Allah, maka tidak ada yang perlu disalahkan kecuali diri mereka sendiri.”
Baitul Maqdis terus terlepas dari tangan umat Islam hingga tiba hari dimana Shalahuddin berada di barisan terdepan kaum Muslim. Memimpin mereka untuk menampakkan izzah Islam yang bertahun-tahun dihinakan oleh pasukan musuh.

Dihadapinya setiap pertempuran dengan gagah sampai mereka berhasil membebaskan Baitul Maqdis. Shalahuddin tersungkur dalam sujudnya, bersyukur kepada Allah azza wa jalla atas nikmat-Nya. Tidak ada pembantaian saat ia dan pasukannya memasuki Baitul Maqdis, sebaliknya para musuh dan tawanan ia perlakukan dengan adil. Di hari itu, Baitul Maqdis yang mulia kembali ke pangkuan umat Islam melalui sosok panglima hebat nan shalih, Shalahuddin al Ayyubi.


Panglima agung nan shalih
Tak diragukan ketaqwaan menjadi hal yang utama untuk membentuk pribadi-pribadi hebat. Taqwa adalah perisai sekaligus tameng untuk setiap keadaan. Kesemua itu tampak pada kesungguhan Shalahuddin untuk menanamkan aqidah yang kuat di dalam dirinya. Tak hanya bagi dia, juga bagi anak-anak keturunannya.
Shalahuddin al Ayyubi senantiasa melazimkan shalat berjamaah, shalat rawatib maupun shalat malam meskipun ia dalam keadaan berbaring karena sakit. Seorang pemimpin yang hebat dan pribadi nan agung akan selalu patuh menghadap sang Rabb dalam setiap shalatnya. Dari sanalah Shalahuddin mendapatkan ketenangan serta mengadukan setiap masalah dan keluhan yang ia hadapi kepada Allah azza wa jalla. Seseorang yang mengagungkan Tuhannya, niscaya menjadi pribadi yang hebat dan agung.

Murid Nuruddin Zanki ini juga dikenal sebagai pribadi yang suka mendengar bacaan Al-Qur’an hingga ia sendiri yang memilih para imam-imam shalat. Shalahuddin juga merupakan sosok yang teramat lembut hatinya sehingga selalu menetes air matanya saat mendengar dibacakannya ayat-ayat Al Quran. Suatu ketika, ia mendengar suara anak kecil yang melantunkan Al Quran dengan bagus. Hal tersebut membuatnya kagum dan memberikan hadiah pada sang anak makanan khusus yang biasa ia makan. Tak hanya itu, ia juga menghadiahkan satu lahan pertanian untuk ayah sang anak.

Sebagaimana kegemarannya mendengarkan bacaan Al-Qur’an, Shalahuddin juga sangat senang mendengar Hadist-hadist Rasulullah. Jika ia dengar ada seorang syaikh yang memiliki riwayat suatu hadist, ia akan datang padanya atau meminta didatangkan kepadanya. Ia akan mengajak para penguasa beserta orang-orang di sekitarnya untuk ikut mendengarkannya bersama-sama dengannya. Ia juga memerintahkan kepada rakyatnya untuk mendengarkan hadist Rasulullah. Di saat sendiri, Shalahuddin akan meminta didatangkan buku-buku hadist untuk ia baca.
Semua sifat taqwa berkumpul dalam diri Shalahuddin. Membentuknya menjadi pribadi yang kokoh. Dengannya ia menghidupkan jihad dalam dirinya sebelum ia mengendarai kudanya, memegang pedang serta berlari menuju medan pertempuran.

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS:  Al-Imran:120)

Ketaqwaan yang ada pada diri Shalahuddin melahirkan kebaikan serta sifat-sifat mulia lain yang menyertainya. Diantaranya adalah sifat adil yang mutlak wajib dimiliki seorang pemimpin. Sifat pemberani juga mengalir bersama darah di dalam tubuh Shalahuddin. Keberanianlah yang menggerakkan langkah untuk tetap tegar di bawah guyuran hujan, tetap tegak di bawah terik matahari dan tidak goyah menghadap musuh.

Mengambil ibrah dari Shalahuddin dan pembebasan Baitul Maqdis adalah sebuah keharusan bagi kaum Muslim untuk menegakkan kemuliaan agama yang kita selalu impikan. Keinginan untuk membebaskan serta mengembalikan Baitul Maqdis adalah tujuan mulia yang ingin digapai oleh umat Islam, seperti halnya yang dicitakan Shalahuddin serta gurunya, Nuruddin Zanki. Yang penting untuk diperhatikan, generasi Shalahuddin tidak lahir begitu saja di medan perang tanpa ada faktor yang menyertainya. Mereka lahir karena adanya sebab dan proses yang dijalani. Dari keluarga, lingkungan serta masyarakat yang shalih dan kuat beragama, lahir sosok Shalahuddin.
Dari Shalahuddin kita belajar bahwa jihad paling utama yang harus dilakukan sebelum maju di medan tempur adalah terlebih dahulu menghancurkan musuh di dalam diri masing-masing. Sebab di sana ada benteng yang harus dihancurkan sebelum menghancurkan benteng musuh.

Hari ini, Palestina dan Baitul Maqdis terus menyeru kepada kaum Muslim akan kesulitan yang mereka lalui. Sejarah selalu berputar, dan kini ia kembali kepada mereka dengan keadaan penuh derita. Berbagai peristiwa yang terjadi saat ini di tubuh umat Islam memberikan gambaran bahwa keadaan mereka tidak berbeda jauh dengan 10 abad sebelumnya, di masa-masa sebelum pasukan Salib datang menyerang. Jatuhnya Baitul Maqdis dalam perang Salib juga mengajarkan pada kita bahwa perpecahan itu melemahkan dan hanya akan berujung tangis penyesalan. Ia mengajarkan bahwa keinginan untuk saling menjatuhkan hanya akan menjauhkan rahmat Allah untuk memberikan kepada kita kemenangan. 

Sudah sepatutnya kita kembali membuka lembaran lama. Membacanya dengan saksama seraya mencatat apa yang bisa kita ambil sebagai ibrah dan pelajaran.

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S.Al-Anfal:46)
Semoga Allah mengembalikan Baitul Maqdisdan Palestina ke pangkuan umat Islam. Wallahu’alam bis shawab.*/ Ibnu Ahmad Hrp, dari berbagai sumber


Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Sumber: Hidayatullah(dot)com

Rabu, 10 Januari 2018

Amalan Yang Sia-Sia Di Hadapan Allah SWT


Image Source : Pixabay


"Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah...!"
(QS.22:73)

Allah SWT berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ  ۗ  اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَنْ يَّخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِ اجْتَمَعُوْا لَهٗ  ۗ  وَاِنْ يَّسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْـئًـا لَّا يَسْتَـنْـقِذُوْهُ مِنْهُ  ۗ  ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوْبُ

"Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah." (QS. Al-Hajj 22: Ayat 73)

Amalan apa pun akan sia-sia tak bermakna di hadapan Allah SWT jika tidak disemangati dengan Lá iláha illallāh Muhammadur rasûlullâh.

Al Quran dengan tegas menyatakan bahwa amalan tanpa tauhid tidak akan diterima oleh Allah SWT.


Amalan-amalan itu terhapus (QS.18:105, QS.47:1,2,8,9,10 & 32).

Allah SWT berfirman:
اُولٰۤئِكَ  الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاٰيٰتِ رَبِّهِمْ وَلِقَآئِهٖ فَحَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فَلَا  نُقِيْمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَزْنًـا

"Mereka itu adalah orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhan mereka dan (tidak percaya) terhadap pertemuan dengan-Nya. Maka sia-sia amal mereka, dan Kami tidak memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari Kiamat." (QS. Al-Kahf 18: Ayat 105)

Allah SWT berfirman:
اَلَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَصَدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَضَلَّ اَعْمَالَهُمْ

"Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus segala amal mereka."
(QS. Muhammad 47: Ayat 1)

Allah SWT berfirman:
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاٰمَنُوْا بِمَا نُزِّلَ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَّهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۙ  كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّاٰتِهِمْ وَاَصْلَحَ بَالَهُمْ

"Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan kebajikan serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad, dan itulah kebenaran dari Tuhan mereka; Allah menghapus kesalahan-kesalahan mereka, dan memperbaiki keadaan mereka." (QS. Muhammad 47: Ayat 2)

Allah SWT berfirman:
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَاَضَلَّ اَعْمَالَهُمْ

"Dan orang-orang yang kafir, maka celakalah mereka, dan Allah menghapus segala amalnya." (QS. Muhammad 47: Ayat 8)

Allah SWT berfirman:
ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَرِهُوْا مَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاَحْبَطَ اَعْمَالَهُمْ

"Yang demikian itu karena mereka membenci apa (Al-Qur'an) yang diturunkan Allah, maka Allah menghapus segala amal mereka." (QS. Muhammad 47: Ayat 9)

Allah SWT berfirman:
اَفَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَيَنْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۗ  دَمَّرَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۖ  وَلِلْكٰفِرِيْنَ اَمْثَالُهَا

"Maka apakah mereka tidak pernah mengadakan perjalanan di bumi, sehingga dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Allah telah membinasakan mereka, dan bagi orang-orang kafir akan menerima (nasib) yang serupa itu." (QS. Muhammad 47: Ayat 10)

Allah SWT berfirman:
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَصَدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَشَآقُّوا الرَّسُوْلَ مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدٰى ۙ  لَنْ يَّضُرُّوا اللّٰهَ شَيْــئًا  ۗ  وَسَيُحْبِطُ اَعْمَالَهُمْ

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah serta memusuhi Rasul setelah ada petunjuk yang jelas bagi mereka, mereka tidak akan dapat memberi mudarat (bahaya) kepada Allah sedikit pun. Dan kelak Allah menghapus segala amal mereka." (QS. Muhammad 47: Ayat 32)


Amalan-amalan itu seperti abu yang ditiup angin (QS.14:18)

Allah SWT berfirman:
مَثَلُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ اَعْمَالُهُمْ كَرَمَادِ اِشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيْحُ فِيْ يَوْمٍ عَاصِفٍ ۗ  لَا يَقْدِرُوْنَ مِمَّا كَسَبُوْا عَلٰى شَيْءٍ ۗ  ذٰلِكَ هُوَ الضَّلٰلُ الْبَعِيْدُ

"Perumpamaan orang yang ingkar kepada Tuhannya, perbuatan mereka seperti abu yang ditiup oleh angin keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak kuasa (mendatangkan manfaat) sama sekali dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh." (QS. Ibrahim 14: Ayat 18)


Amalan-amalan itu seperti angin yang merusak tanaman (QS.3: 117).

Allah SWT berfirman:
مَثَلُ مَا يُنْفِقُوْنَ فِيْ هٰذِهِ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيْحٍ فِيْهَا صِرٌّ اَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوْۤا اَنْفُسَهُمْ فَاَهْلَكَتْهُ  ۗ  وَمَا ظَلَمَهُمُ اللّٰهُ وَلٰـكِنْ اَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ

"Perumpamaan harta yang mereka infakkan di dalam kehidupan dunia ini, ibarat angin yang mengandung hawa sangat dingin, yang menimpa tanaman (milik) suatu kaum yang menzalimi diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menzalimi mereka, tetapi mereka yang menzalimi diri sendiri." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 117)


Amalan-amalan itu seperti debu yang beterbangan (QS.25: 23).

Allah SWT berfirman:
وَقَدِمْنَاۤ اِلٰى مَا عَمِلُوْا مِنْ عَمَلٍ  فَجَعَلْنٰهُ هَبَآءً مَّنْثُوْرًا

"Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (QS. Al-Furqan 25: Ayat 23)


Amalan-amalan itu laksana fatamorgana dan dalam kegelapan
(QS.24: 39-40).

Allah SWT berfirman:
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍۢ بِقِيْعَةٍ يَّحْسَبُهُ الظَّمْاٰنُ مَآءً  ۗ  حَتّٰۤى اِذَا جَآءَهٗ لَمْ يَجِدْهُ شَيْـئًـا وَّ وَجَدَ اللّٰهَ عِنْدَهٗ فَوَفّٰٮهُ حِسَابَهٗ  ۗ  وَاللّٰهُ سَرِيْعُ الْحِسَابِ 

"Dan orang-orang yang kafir, perbuatan mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi apabila didatangi tidak ada apa pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah baginya. Lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan (amal-amal) dengan sempurna, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya," (QS. An-Nur 24: Ayat 39)

Allah SWT berfirman:
اَوْ  كَظُلُمٰتٍ فِيْ بَحْرٍ لُّـجّـِيٍّ يَّغْشٰٮهُ مَوْجٌ مِّنْ فَوْقِهٖ مَوْجٌ مِّنْ فَوْقِهٖ سَحَابٌ ۗ  ظُلُمٰتٌۢ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ ۗ  اِذَاۤ اَخْرَجَ يَدَهٗ لَمْ يَكَدْ  يَرٰٮهَا ۗ  وَمَنْ لَّمْ يَجْعَلِ اللّٰهُ لَهٗ نُوْرًا فَمَا لَهٗ مِنْ نُّوْرٍ

"atau (keadaan orang-orang kafir) seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di atasnya ada (lagi) awan gelap. Itulah gelap gulita yang berlapis-lapis. Apabila dia mengeluarkan tangannya hampir tidak dapat melihatnya. Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya sedikit pun." (QS. An-Nur 24: Ayat 40)

Selasa, 09 Januari 2018

Mengurangi Kegugupan Ketika Berbicara Di Depan Publik


Image Source : Pixabay

Karena alasan tugas kuliah, tugas kantor atau sebuah even tertentu, terkadang kita diharuskan berbicara di depan publik atau public speaking, namun tak jarang kita merasakan nervous atau gugup yang luar biasa, bahkan tak jarang sebelum tampil tubuh kita merasa panas dingin, bergetar,dan lain-lain.

Meski gejala ini manusiawi, bahkan seorang pembicara ulung sekalipun tetap akan merasakan “sensasi rasa ini” ketika harus memulai tampil di depan publik, berikut 5 tips bagaimana menghilangkan atau minimal mengurangi rasa gugup tersebut:

1. Berdoa
Berdoa bisa memberikan kekuatan yang luar biasa sebelum anda maju di atas mimbar atau di depan para audience.

2. Kuasai panggung
Ketika kita mulai tampil di depan audience usahakan untuk segera menguasai panggung, kuasai keadaan, dengan cara menatap para audience dari sudut sebelah kiri, kanan sampai ke barisan belakang. Hindari menunduk, karena menunduk justru akan semakin menambah rasa gugup.

3. Kuasai materi
Pastikan kita sudah menguasai materi yang akan kita sampaikan, dengan menguasai materi kita bisa bicara dengan meyakinkan, saat kita meyakinkan maka audience pun akan merasa yakin dengan apa yang kita sampaikan. Jadi belajar sebelumnya dan benar-benar menguasai materi hukumnya wajib ya…

4. Percaya diri
Sampaikan materi dengan penuh percaya diri, boleh ditambah dengan gerakan kecil, ini akan membantu mengurangi rasa gugup, jangan berdiri mematung, berbicaralah dengan semangat, usahakan berbicara dengan suara yang tidak datar, suara datar akan menyebabkan audience bosan dan bahkan mengantuk, jadi berbicaralah dengan berbagai intonasi, panjang pendek, kadang suara merendah, kadang meninggi dan lantang, dengan begitu para audience cenderung lebih tertarik menyimak apa yang kita sampaikan, sehingga perhatian audience penuh itu akan membuat kita semakin percaya diri, sehingga mengurangi kegugupan kita.

5. Berpikirlah “Sayalah leader” di forum ini
Ketika kita berdiri di hadapan para audience, berpikirlah bahwa kitalah yang paling mengerti dan menguasai materi yang anda sampaikan, ini akan memunculkan rasa percaya diri dan gugup pun bisa teratasi.


Sumber : www.ummi-online(dot)com

Selasa, 02 Januari 2018

MENCARI JALAN  PULANG

Image Source : Pixabay


Kita bukan penduduk bumi..
Kita adalah penduduk syurga..
Kita tidak berasal dari bumi..
Tapi kita berasal dari syurga..
Maka carilah bekal untuk kembali ke rumah..
Kembali ke kampung halaman..

Dunia bukan rumah kita..
Maka jangan cari kesenangan dunia
Kita hanya pejalan kaki dalam perjalanan kembali ke rumah-Nya..
Bukankah mereka yang sedang dalam perjalanan pulang selalu mengingat rumahnya..
Dan mereka mencari buah tangan untuk kekasih hatinya yang menunggu di rumah?

Maka..
Apa yang kita bawa untuk penghuni rumah kita, Rabb yang mulia?
Dia hanya meminta amal sholeh dan keimanan..
Serta rasa rindu padaNya yang menanti di rumah..
Begitu beratkah memenuhi harapan-Nya?

Kita tidak berasal dari bumi..
Kita adalah penduduk syurga..
Rumah kita jauh lebih Indah di sana..
Kenikmatannya tiada terlukiskan..
Dihuni oleh orang-orang yang mencintai kita..
Serta tetangga dan kerabat yang menyejukkan hati..

Mereka rindu kehadiran kita..
Setiap saat menatap menanti kedatangan kita..
Mereka menanti kabar baik dari Malaikat Izrail..
Kapan keluarga mereka akan pulang?

Ikutilah peta (Al-Qur'an) yang Allah titipkan sebagai pedoman perjalanan..
Jangan sampai salah arah dan berbelok ke rumahnya Iblis Laknatullah, yaitu jalan ke Neraka Jahannam..

Kita bukan penduduk bumi..
Kita penduduk syurga..
Bumi hanyalah dalam perjalanan..
Kembalilah ke rumah..
Selamat berikhtiar saudaraku semua..
Untuk kembali ke rumah kita di Syurga..
Bismillah..

Senin, 01 Januari 2018

BEGINILAH SEHARUSNYA MENTAL MUJAHID

Image Source : Pixabay

Seorang Mukmin mujahid sejati, selalu unggul dalam semangat hidup dikarenakan mereka memiliki kekuatan spiritual. Kekuatan inilah yang selalu bergelora di dalam dada mereka. Itulah yang membuat sorot mata mereka selalu tajam, sebagai wujud hati yang kokoh.

Itulah yang membuat mereka memiliki harapan, optimisme, di saat virus keputusasaan mematikan semangat hidup orang lain.
Tak pernahkah kesedihan menghinggapi mereka? Tidak adakah ketakutan, kegelisahan, dan kegalauan?

Ketulian tidak mencegat Musthafa Shadiq Al-Rifai menuju puncak, sebagai salah satu sastrawan Muslim terbesar abad ini. Dan kelumpuhan takluk di depan tekad baja Syeikh Ahmad Yasin yang menjadi mujahid besar abad ini, bukan saja menantang Israil tetapi menantang dunia.

Stagnasi jiwa yang menimpa aktifis dakwah Muhammad Quthb justru melahirkan karya tulis Manhaj Tarbiyah Islamiyah I-II, memperoleh hadiah nobel dunia Islam dari kerajan Saudi.

Sebagaimana layaknya manusia, kehidupan seorang Mukmin-mujahid juga fluktuatif (naik-turun). Ada saat dimana ia naik, sukses, dan gembira. Di saat yang lain, mereka gagal dan tertunda keinginannya, sehingga membuat takut, cemas, sedih, dan gundah gulana. Bahkan terkadang mereka merasakan berada pada puncak stagnasi (futur).

Yang membedakan para mujahid ini dari manusia umumnya bahwa mereka memiliki keterampilan bagaimana mempertahankan vitalitas, melawan ketakutan-ketakutan, kegalauan, kecemasan, dan menghalau keputusasaan.

Mereka mendeteksi sejak dini tanda-tanda itu, dan sekaligus melawan gejala-gejala yang bisa melumpuhkan jiwa itu. Kemampuan mengelola gejolak internal menjadikan mujahid memiliki stamina ruhaniah yang stabil.

Keunggulan spiritual itu biasanya dibentuk dari keyakinan dan sikap pembenarannya terhadap alam ghaib. Dan proses perawatan ketahanan itu berpangkal dari tradisi spiritual yag khas dan unik.

Inilah yang menjadikan Ibrahim Al-A’dzam mengungkapkan apa yang dirasakannya pada penghujung tahajjudnya : “Kami dalam kelezatan (spiritual). Sekiranya para raja mengetahui bahwa sumber kebahagian itu ada di sini, mereka akan menguliti kami.”

Dengan cara menjaga hubungan kecintaan secara timbal balik antara mujahid dengan Allah Subhanahu Wata’ala lewat kultur yang konstan, berkesinambungan, muncullah suasana jiwa yang merasakan intervensi Allah secara langsung. Sehingga pendengaran, penglihatan, langkahnya merupakan jelmaan dari kehendak Allah.

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman :

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

“Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan terus-menerus hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan yang sunnah hingga Aku mencintai dia. Jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang dia mendengar dengannya, dan pandangannya yang dia memandang dengannya, dan tangannya yang dia menyentuh dengannya, dan kakinya yang dia berjalan dengannya. Jikalau dia meminta kepada-Ku niscaya pasti akan Kuberi, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya pasti akan Kulindungi.” (HR. Al-Bukhari no. 6502)

Allah memiliki cara sendiri bahwa, gelar mujahid sejati itu tidak diperoleh seseorang dengan gratis (majjanan). Sejarah kepahlawanan manusia sebagian besarnya justru lahir di tengah-tengah tekanan kehidupan yang berat dan kompleks. Tekanan kehidupan secara psikologis, sesungguhnya diperlukan untuk merangsang munculnya potensi yang terpendam dalam diri dan memberikan stimulasi kreativitas dan dinamika.

Bukan situasinya yang kita persoalkan, tetapi pada dasarnya manusia membutuhkan stimulasi yang kuat untuk bergerak. Manusia adalah produk sebuah lingkungan. Di antara stimulan jiwa adalah tekanan hidup, kesempitan, musibah dan lain-lain.

Seorang ahli hikmah mengatakan, “Bergeraklah karena dalam gerakan itu ada barakah."
Barakah artinya tambahan kebaikan, baik berupa materi maupun immateri, kualitas dan kuantitas.

Karakteristik Mukmin sejati pandai dalam mensiasati tekanan maupun musibah. Ia selalu menemukan celah di balik kebuntuan dan secercah sinar di balik kegelapan.


Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Sumber : hidayatullah(dot)com

Untukmu Wahai Para Aktivis Dakwah

Image Source : Pixabay

Persembahan untuk pengemban amanah dakwah, yang terus berjuang tanpa lelah..
Karena cintaNya padamu ia percayakan amanah langit dibahumu, karena sayangNya padamu ia pilihkan jalan ini untukmu.
Pernahkah engkau bertanya kenapa Ia memilihmu?..
Karena Ia mencintaimu.

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ
وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا
بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِىْ سَبِيْلِ
اللّٰهِ‌  ؕ اُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." [QS. Al-Hujurat : 15]

Saudaraku..
Allah menguji keikhlasan dalam kesendirian dan keramaian, Allah memberi kedewasaan ketika masalah berdatangan.

Allah melatih ketegaran dalam kesakitan. Tetaplah istiqomah, sertakan Allah dalam setiap langkahnya.

Hati yang siap memikul amanah adalah hati yang kuat, teguh, dan tulus. Tak berharap apapun, tapi sanggup memberi dengan segenap apapun, sebab, hanya dari Allah berharap balasan.

Jangan minta dikurangi bebanmu, tapi mintalah punggung ini kuat membawanya.

Saudaraku..
Berjuanglah untuk kebaikan dan kebenaran, sepahit dan sesulit apapun.

Bersatulah dalam jamaah, sebenci dan sekecewa apapun, karena berjamaah lebih baik dari sendirian.

Bangkitlah ketika jatuh, dan jangan menyerah, sampaikanlah dakwah ini setiap saat, agar saudaramu merasa memiliki dan dimiliki.

Jangan tinggalkan yang dibelakangmu, tunggulah dengan kesabaran dan keikhlasan..
(Hasan Al-Banna, rhm)

Saudaraku..
Memang tak mudah bertahan di sebuah jalan yang bernama dakwah ini, maka berbahagialah, Allah masih memberi kita kesempatan untuk merasakan indahnya jalan ini..

Karena pada hakikatnya, bukan dakwah yang membutuhkan kita, tapi kitalah yang membutuhkan dakwah..

Lelah? Itu pasti...
Bahkan para sahabat Rasul-pun merasakannya...

Mereka bertanya: “ Ya Rasul, kapankah kita akan beristirahat dari semua ini?”
Jawab rasul: “ Ketika kelak kaki kita telah menapak di surgaNya."

وَمَاۤ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ
اِلَّاۤ اِنَّهُمْ لَيَاْكُلُوْنَ الطَّعَامَ
وَيَمْشُوْنَ فِى الْاَسْوَاقِ‌ ؕ وَجَعَلْنَا
بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً  ؕ اَتَصْبِرُوْنَ‌ۚ
وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيْرًا.

"Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar? dan adalah Tuhanmu Maha Melihat."
[QS. Al-Furqan : 20]

Saudaraku..
Kita patut bersyukur karena Allah memberi kita kesempatan berjuang di jalan ini. Karena kita adalah salah satu diantara orang-orang pilihanNya.

Dan kita sebagai hamba Allah  ditugaskan di muka bumi ini untuk berdakwah sebagaimana firman Allah

Surah Al Imron : 110
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Saudaraku..
Tangis, tawa, semangat, lelah, duka & bahagia. Pasti kelak akan menghiasi perjalanan kita. Bulatkan tekad, kuatkan azzam diri..

Semoga Allah senantiasa memberikan keistiqomahan pada kita yang ada dijalan ini.
Jalan cinta para pejuang, sampai kelak Allah benar-benar mengizinkan kita menapaki surgaNya.

Nabi Yahya, Pemuda yang Dirindu Sejarah

"wa salaamun ‘alayhi yawma wulida wa yawma yamuut wa yawma yub’atsuun," Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahi...